Suatu saat ketika aku masih duduk di teras Gedung
di salah satu kompleks sekolah.
Seorang nenek tua menawarkan dagangannya, kue traditional.
Satu plastik harganya lima ribu rupiah. Aku sebetulnya tidak berminat,
.....tetapi.....
karena kasihan aku beli satu plastik.
Si nenek penjual kue terlihat letih dan duduk di teras tak jauh dariku. Kulihat masih banyak dagangannya.
Rasa kue nya cukup enak.
Sayapun tergerak... Untuk....beli lagi
Buat oleh oleh orang di rumah
Saya Beli lagi ....saya keluarkan uang 50.000, saya Beli lagi Nek..... (saya beli 10 plastik....kasih bonus 1 ya nek)
Nenek tersenyum dan ditambah 1 plastik lagi.... Jadi dapat 11 plastik.
ππππππ
Tak lama kemudian kulihat seorang anak lelaki dari komplek sekolah itu mendatangi si nenek.
Aku perkirakan bocah itu baru murid kelas satu atau dua.
Dialognya dengan si nenek jelas terdengar dari tempat aku duduk.
“Berapa harganya Nek?”
“Satu plastik kue Lima ribu, nak”, jawab si nenek.
Anak kecil itu mengeluarkan uang lima puluh ribuan dari kantongnya dan berkata :
“Saya beli 10 plastik, ini uangnya,
..... tapi .....
buat Nenek aja kuenya ...kan bisa dijual lagi.”
Si nenek jelas sekali terlihat ber-binar2 matanya :
“Ya Tuhan, terima kasih banyak nak. Puji Tuhan...ya Tuhan kabulkan Doa saya utk beli obat cucu yg lagi sakit.” Si nenek langsung jalan.
Refleks aku panggil anak lelaki itu.
“Siapa namamu ? Kelas berapa?”
“Nama saya Radit, kelas 2, pak”, jawabnya sopan.
“Uang jajan kamu sehari lima puluh ribu?'”
” Oh .. tidak Pak, saya dikasih uang jajan sama papa sepuluh ribu sehari.
.... Tapi....
saya tidak pernah jajan, karena saya juga bawa bekal makanan dari rumah.”
“Jadi yang kamu kasih ke nenek tadi tabungan uang jajan kamu ?”, tanyaku semakin tertarik.
“Betul Pak, agar setiap seminggu sekali saya bisa sedekah Lima puluh ribu rupiah.
Dan sesudah itu saya selalu berdoa agar Tuhan berikan pahalanya untuk ibu saya yang sudah meninggal".
Aku pegang bahu anak itu :
” Sejak kapan ibumu meninggal, Radit?”
“Ketika saya masih TK kecil, pak”
Tak terasa air mataku menetes :
“Hatimu jauh lebih mulia dari aku Radit, ini aku ganti uang kamu yg Lima puluh ribu tadi ya…”,
kataku sambil menyerahkan selembar uang seratus ribuan ke tangannya.
Tapi dengan sopan Radit menolaknya dan berkata :
“Terima kasih banyak, Pak… Tapi ...untuk keperluan bapak aja,
saya masih anak kecil tidak punya tanggungan… Tapi ....
bapak punya keluarga…. Saya pamit balik ke kelas Pak”.
Radit menyalami tanganku dan menciumnya.
“Tuhan menyertaimu nak ..”, jawabku lirih.
Aku pun beranjak pergi, tidak jauh dari situ kulihat si nenek penjual kue ada di sebuah apotik.
Bergegas aku ke sana, kulihat si nenek akan membayar obat yang dibelinya.
Aku bertanya kepada kasir berapa harga obatnya. Kasir menjawab : ”sembilan puluh ribu rupiah..”
Aku serahkan uang yang ditolak anak tadi ke kasir : ” Ini saya yang bayar… Kembaliannya berikan kepada si nenek ini..”
“Ya Tuhan.... Pak…”
Belum sempat si nenek berterima kasih, aku sudah bergegas meninggalkan apotik… .... dengan AIR MATA membasahi pipiku.
"karena saya menyesal....
Mau memberkati nenek... tadi....tapi dengan pamrih... Minta bonus 1 "
.....sedangkan....
anak SD tadi.... memberkati... dengan tulus... ikhlas...,
bahkan kuenya pun... diberikan kembali kepada si nenek.... untuk dapat dijual lagi.
Hari ini saya..... Mendapat...
PELAJARAN BERHARGA.
.....bagaimana memberi dengan tulus, ikhlas.....
Sahabat.., ada kalanya seorang anak
Lebih jujur
Lebih tulus
Lebih ikhlas
dari pada orang dewasa,
Kita harus ajarkan....
anak-anak kita sedari dini
tindakan nyata yang bukan teori semata.
.....dan kita harus menjadi contoh....
KADANG... Tanpa disadari....
kita lebih sering menawar.....(habis habisan) jika belanja... di pasar.
Sekalipun kepada pedagang sayur nenek nenek tua / orang-orang kecil
......tapi.....
Seringkali kita makan di restaurant mewah tidak pernah menyesal membayar berapapun.
Tapi dengan orang miskin kita menekan mereka, untuk dapat beli murah...